Showing posts with label Pablo Neruda. Show all posts
Showing posts with label Pablo Neruda. Show all posts

Sunday 20 February 2011

Dua Puisi Pablo Neruda

Dua Puisi Pablo Neruda

Diterjemahkan Saut Situmorang

I.
Kita bahkan kehilangan senja ini

Kita bahkan kehilangan senja ini.
Tak ada yang melihat kita jalan bergandengan tangan
sementara malam yang biru ambruk ke dunia.

Kulihat dari jendelaku
pesta matahari tenggelam di puncak puncak pegunungan yang jauh.

Kadang sepotong matahari
terbakar seperti sebuah uang koin di antara tanganku.

Aku mengenangmu dengan jiwaku tergenggam
dalam kesedihanku yang sudah sangat kau tahu itu.

Di mana kau waktu itu?
Ada siapa lagi di situ?
Bilang apa dia?
Kenapa cinta mendatangiku tiba tiba
di saat aku sedih dan merasa kau betapa jauhnya?

Terjatuh buku yang biasanya dibaca setelah senja tiba
Dan mantelku tergulung seperti seekor anjing terluka di dekat kakiku.

Selalu, selalu kau mengabur lewat malam
menuju ke mana senja pergi menghapus patung patung.

II.
Kalau kau lupakan aku

Kumau kau mengerti
satu hal ini.

Kau tahu semua ini:
kalau aku memandang
bulan kristal, memandang ranting merah
musim gugur yang bergerak lambat di jendelaku,
kalau kusentuh
di dekat perapian
abu lembut halus
atau tubuh keriput kayu api,
semuanya ini membawaku padamu,
seolah semua yang ada,
aroma, cahaya, logam,
adalah kapal kapal kecil
yang berlayar
menuju pulau pulaumu yang menungguku itu.

Jadi
kalau sedikit demi sedikit kau berhenti mencintaiku
sedikit demi sedikit aku akan berhenti mencintaimu.

Kalau tiba tiba
kau melupakanku
jangan lagi cari aku,
karena aku pasti sudah akan melupakanmu.

Kalau kau pikir lama dan membosankan
angin musim
yang berhembus dalam hidupku,
dan kau putuskan
untuk meninggalkanku di pantai
hati dimana akarku berada,
ingatlah
hari itu juga,
detik itu juga,
aku akan melepaskan tanganku
dan akarku akan berlayar
mencari negeri baru.

Tapi
kalau setiap hari,
setiap detik,
kau rasa kau memang ditakdirkan untukku
dengan kemesraan yang tak terkira,
kalau setiap hari sebuah bunga
merambat naik ke bibirmu mencariku,
ah cintaku, kekasihku,
dalam diriku semua api itu akan terbalas,
dalam diriku tak ada yang akan padam atau terlupakan,
cintaku hidup dari cintamu, kekasihku,
dan selama kau hidup cintaku akan terus dalam rangkulanmu
tanpa meninggalkanku.

Thursday 6 January 2011

AKU BISA MENULIS PUISI PALING SEDIH MALAM INI

AKU BISA MENULIS PUISI PALING SEDIH MALAM INI




aku bisa saja menulis puisi paling sedih malam ini.



misalnya, menulis: “malam penuh bintang,

dan bintang bintang itu, biru, menggigil di kejauhan.”



angin malam berkelit di langit sambil bernyanyi.



aku bisa saja menulis puisi paling sedih malam ini.

aku pernah mencintainya, dan kadang-kadang dia pernah mencintaiku juga.



di malam-malam seperti ini, aku rangkul dia dalam pelukan.

aku ciumi dia berkali kali di bawah langit tak berbatas.



dia pernah mencintaiku, kadang-kadang aku pun mencintainya.

bagaimana mungkin aku tak akan mencintai matanya yang besar dan tenang itu?



aku bisa saja menulis puisi paling sedih malam ini.

kerna aku tak memilikinya. kerna aku kehilangan dia.



kerna malam begitu mencekam, begitu mencekam tanpa dirinya.

dan puisiku masuk dalam jiwa seperti embun pada rumputan.



tak apa kalau cintaku tak bisa di sini menahannya.

malam penuh bintang dan tak ada di sini dia.



begitulah. di kejauhan, seseorang menyanyi. di kejauhan.

jiwaku mati kini tanpa dia.



kerna ingin menghadirkannya di sini, mataku mencarinya.

hatiku mencarinya dan tak ada di sini dia.



malam yang itu itu juga, yang membuat putih pohonan yang itu itu juga.

kami, yang dulu satu, tak lagi satu kini.



aku tak lagi mencintainya, itu pasti, tapi betapa cintanya aku dulu padanya.

suaraku menggapai angin hanya untuk menyentuh telinganya.



milik orang lain. dia akan jadi milik orang lain. seperti dia dulu

milik ciuman ciumanku.

suaranya, tubuhnya yang kecil. matanya yang memandang jauh.



aku tak lagi mencintainya, itu pasti, tapi mungkin aku mencintainya.

cinta begitu singkat dan lupa begitu lama.



kerna di malam malam seperti ini dulu aku rangkul dia dalam pelukan,

jiwaku mati kini tanpa dirinya.



mungkin ini luka terakhir yang dibuatnya,

dan ini puisi terakhir yang kutulis untuknya.























PABLO NERUDA

-terjemahan Saut Situmorang

http://sautsitumorang.multiply.com/journal/item/41/aku_bisa_saja_menulis_puisi_paling_sedih_malam_ini_Pablo_Neruda