Showing posts with label Belajar Sastra Indonesia. Show all posts
Showing posts with label Belajar Sastra Indonesia. Show all posts

Sunday 5 December 2010

PERIODE ANGKATAN ’70 (1965-1980)

PERIODE ANGKATAN ’70 (1965-1980)



5.1 Ikhwal Periode 70-an
Tahun 1960-an adalah tahun-tahun subur bagi kehidupan dunia perpuisian Indonesia.
Tahun 1963 sampai 1965 yang berjaya adalah para penyair anggota Lekra (Lembaga
Kebudayaan Rakyat).
Karya Sastra sekitar tahun 1966 lazim disebut angkatan ‘66. H.B. Jassin menyebut
bahwa pelopor angkatan ‘66 ini adalah penyair-penyair demonstran, seperti Taufiq Ismail,
Goenawan Mohamad, Mansur Samin, Slamet Kirnanto, dan sebagainya.
Tahun 1976 muncul puisi-puisi Sutardji Calzoum Bachri yang menjadi cakrawala
baru dalam dunia perpuisian Indonesia. Berikut ini disajikan beberapa penyair dan karyanya.
5.2 Periode 70 dan Karyanya
1. Goenawan Mohamad
Lahir di Batang, Jawa Tengah, 29 juli 1941. Ia adalah tokoh pejuang angkatan ‘66
dalam bidang sastra budaya. Memimpin majalah Tempo sejak 1971 hingga tahun 1998.
Tahun 1972 mendapatkan Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia dan pada tahun
1973 ia mengikuti Festival Penyair Internasional di Rotterdam. Ia banyak menulis puisi
dengan dasar dongeng-dongeng daerah atau cerita wayang disertai renungan kehidupan.
Buku kumpulan puisinya adalah Parikesit (1972), Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si
Malin kundang (1972), Interclude (1973), Asmarandana (1995), dan Misalkan Kita di
Sarajevo (1998).
2. Taufiq Ismail
Lahir di Bukit Tinggi, 25 Juni 1937. Dibesarkan di Pekalongan, putra seorang
wartawan berdarah Minang. Ia merupakan dokter hewan lulusan IPB. Ia juga dikenal sebagai
dramawan terkenal di Bogor pada era 1960-an.
Taufiq Ismail dikenal sebagai penyair puisi-puisi demonstrasi. Ia sendiri aktif dalam
demonstrasi. Kumpulan puisinya dibukukan dalam Tirani (1966) dan Benteng (1966).
31
Pernah mengikuti Festival Penyair Internasional di Rotterdam (1971), International
Writing Programm di Universitas Lowa (1973-1972), dan Kongres Penyair Dunia di Taipei
(1973). Ia pernah menerima Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia tahun 1970.
Kumpulan puisinya yang lain adalah Puisi-Puisi Sepi (1971), Pelabuhan, Ladang, Angin, dan
Langit (1971), dan Sajak-sajak Ladang Jagung (1975).
3. Sapardi Djoko Darmono
Puisi-puisi Sapardi Djoko Damono dikenal sebagai puisi “sangat sopan”, “sangat
gramatikal”, dan “sangat lembut”. Semula sang penyair tidak pernah dikaitkan dengan puisipuisi
protes atau kritik sosial, namun kesan itu hilang setelah ia menulis Ayat-ayat Api
(2000). Meskipun ada kesan bahwa puisi-puisi Sapardi adalah puisi-puisi kamar yang harus
dibaca dalam keadaan sunyi, namun banyak juga puisi-puisinya yang sangat populer dan
dideklamasikan dalam lomba-lomba deklamasi serta dapat dikategorikan sebagai puisi
auditorium (cocok untuk dibaca di pentas).
Kepenyairan Sapardi membentang sejak tahun 1960-an hingga saat ini. Kumpulan
puisinya terakhir berjudul Ayat-ayat Api. Kepenyairannya tidak mengganggu penjelajahannya
dalam dunia ilmu sastra, sampai beliau menjadi pakar sastra, Dekan Fakultas Sastra
Universitas Indonesia, dan terakhir sebagai anggota Komisi Disiplin Ilmu Sastra dan Filsafat,
Dirjen Pendidikan Tinggi Depdiknas.
Kumpulan-kumpulan puisinya adalah Dukamu Abadi (1969), Mata Pisau (1974),
Akuarium (1974), Perahu Kertas (1984), Sihir Hujan (1989), Hujan Bulan Juni (1994) dan
Ayat-ayat Api (2000).
4. Hartoyo Andang Jaya
Lahir di Solo, 1930, dan meninggal dunia di kota itu pula pada tahun 1990. Pernah
menjadi guru SLTP, SMU, dan STM. Ia pernah menjadi direktur majalah kanak-kanak Si
Kuncung (1962-1964). Panggilan kepenyairanya sangat kental, sehingga ia tidak mau bekerja
di luar bidangnya itu. Ia meninggal dalam keadaan sakit-sakitan. Setahun kemudian, hari
kematiannya diperingati di Taman Budaya Surakarta (Solo) dan Taman Ismail Marzuki
(Jakarta).
Karyanya antara lain Simfoni Puisi (bersama D.S. Moeljanto, 1945) dan Buku Puisi
(1973).
32
5. Sutardji Calzoum Bachri
Sutardji Calzoum Bachri pernah menyatakan diri sebagai “Presiden Penyair
Indonesia”. Pelopor penulisan puisi konkret dan mantra ini akhir-akhir ini banyak terlibat
dalam pembacaan puisi di sekolah dalam rangka pembinaan apresiasi puisi.
Ia merintis bentuk baru dalam perpuisian Indonesia, uaitu puisi konkret dan mantra,
puisi itu dikembalikan pada kodratnya yang paling awal yaitu sebagai kekuatan bunyi yang
tidak “dijajah” oleh makna atau pengertian. Sutardji lahir di Rengat, Riau, 24 juni 1941. Ia
pernah mendapat Hadiah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1993) dan dari Dewan
Kesenian Jakarta (1976-1977) juga dari South East Asia Write Award (Bangkok, 1981).
Kumpulan puisinya berjudul O, Amuk Kapak (1981). Selain itu, kritik sastranya dilontarkan
dalam masalah penulisan terkenal dengan nama kredo puisi.
6. Abdul Hadi W.M.
Abdul Hadi Wiji Muntari lahir di sumenep pada tanggal 24 juni tahun 1944, ia pernah
kuliah di Fakultas Sastra UGM hingga Sarjana Muda (1967), Fakultas Filsafat UGM (1968-
1971) dan Universitas Padjajaran (1971-1973), dia pernah tinggal di pulau penang. Selain itu,
dia bekerja sambil belajar di Universitas Sains Malaysia sejak tahun 1991.
Kumpulan puisinya Riwayat (1967), Laut Belum Pasang (1972), Potret Panjang
Seorang Pengunjung Pantai Sanur (1975), Meditasi (1976), Tergantung pada Angin (1977)
dan Anak Laut Anak Angin (1984).
7. Yudhistira Adhi Nugraha Massardi
Lahir di Subang, Jawa Barat, 28 Februari 1954. Novelnya yang terkenal yaitu Arjuna
Mencari Cinta (1977) dan Dingdong (1978). Sementara itu kumpulan puisinya dibukukan
dalam Omong Kosong (1978), Sajak Sikat Gigi (1978), Rudi Jalak Gugat (1982).
Puisi-puisinya mirip dengan puisi mbling, yaitu puisi yang keluar dari pakem
penulisan puisi yang harus memperhatikan rima, bunyi, verifikasi, dan tipografi, tapi bukan
berarti bahwa puisinya dibuat dengan main-main atau tanpa kesungguhan.
8. Apip Mustopa
Lahir di Garut, 23 April 1938. Terakhir bekerja sebagai pengasuh ruang sastra budaya
RRI Manokwari (1969-1970). Karyanya ditulis dalam bahasa Indonesia dan Sunda. Puisipuisinya
juga dimuat dalam antologi sastra karya Ajip Rosidi Laut Biru Langit Biru.
33
9. D. Zawami Imron
Lahir di Sumenep, Madura dan memperoleh pendidikan di lingkungan pesantren. Ia
pernah mendapat Hadiah Penulisan Puisi dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
(1985). Buku kumpulan puisinya adalah Semerbak Mayang (1977), Bulan Tertusuk Larang
(1980), Nenek Moyangku Air Mata (1985), Cerulit Emas (1986), Bantalku Ombak, Selimutku
Angin (1996), Semerbak Mayang (1997), dan Madura Aku Darah-Mu (1999).



http://file.upi.edu/Direktori/C%20-%20FPBS/JUR.%20PEND.%20BAHASA%20DAERAH/AGUS%20SUHERMAN/Handout%20Sastra%20Indonesia.pdf

PERIODE ANGKATAN ’50 (1950-1970)

PERIODE ANGKATAN ’50 (1950-1970)



4.1 Sejarah Lahirnya Periode ‘50
Slamet Muljono pernah menyebut bahwa sastrawan Angkatan ‘50 hanyalah pelanjut
(successor) saja, dari angkatan sebelumnya (’45).
Tinjauan yang mendalam dan menyeluruh membuktikan bahwa masa ini pun
memperlihatkan ciri-cirinya, yaitu:
a. Berisi kebebasan sastrawan yang lebih luas di atas kebiasaan (tradisi) yang diletakan pada
tahun 1945.
b. Masa ‘50 memberikan pernyataan tentang aspirasi (tujuan yang terakhir dicapai nasional
lebih lanjut).
Periode ‘50 tidak hanya pengekor (epigon) dari angkatan ‘45, melainkan merupakan
survival, setelah melalui masa-masa kegonjangan. Adapun ciri-cirinya yang lebih rinci adalah
sebagai berikut:
1. Pusat kegiatan sastra makin banyak jumlahnya dan makin meluas daerahnya hampir
di seluruh Indonesia, tidak hanya berpusat di Jakarta dan Yogyakarta.
2. Terdapat pengungkapan yang lebih mendalam terhadap kebudayaan daerah dalam
menuju perwujudan sastra nasional Indonesia.
3. Penilaian keindahan dalam sastra tidak lagi didasarkan kepada kekuasaan asing, tetapi
lebih kepada peleburan (kristalisasi) antara ilmu dan pengetahuan asing dengan
perasaan dan ukuran nasional.
4.2 Ciri-ciri Periode 50-an
Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan H.B. Jasin.
Ciri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi oleh cerita pendek dan kumpulan puisi.
Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan dengan majalah sastra lainnya.
Kemudian angkatan ini dikenal dengan karyanya berupa sastra majalah
Pada angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan sastrawan yang bergabung
dalam Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), yang berkonsep sastra realisme sosialis.
Timbullah perpecahan antara sastrawan sehingga menyebabkan mandegnya perkembangan
23
sastra, karena masuk ke dalam politik praktis, sampai berakhir pada tahun 1965 dengan
pecahnya G30 S/PKI di Indonesia.
Adapun ciri-ciri dari periode ini antara lain:
a. Umumnya karya sastrawan sekitar tahun 1950-1960-an;
b. Sampai tahun 1950-1955, sastrawan angkatan ‘45 juga masih menerbitkan karyanya;
c. Corak karya cukup beragam, karena pengaruh faktor politik/idiologi partai;
d. Terjadi peristiwa G 30 S/PKI sehingga sastrawan Lekra disingkirkan.
4.3 Masalah yang Dihadapi Periode 50
a. Angkatan ’50 mengalami kendala dalam menerbitkan karya-karyanya, dikarenakan Balai
Pustaka sebagai penerbit utama buku-buku sastra, kedudukannya tidak menentu. Penerbit
ini bernaung dibawah P dan K dan pergantian status yang dilakukan hanya dalam waktu
yang singkat dan tidak menentu, di tambah penempatan pemimpin yang bukan ahli,
sehingga tidak dapat mengelola anggaran yang tersedia yang berakibat macetnya
produksi karya.
b. Setelah Balai Pustaka yang mengalami kesulitan penerbitan, penerbit yang lainnya pun
mengalami nasib serupa, seperti penerbit seperti Pembangunan dan Tintamas.
c. Oleh sebab itu, karya-karya sastra hanya banyak bermunculan di majalah-majalah seperti
Gelanggang/Siasat, Mimbar Indonesia, Zenith, dan Pudjangga Baru. Oleh sebab itu pula
karya yang banyak ditampilkan terutama sajak, cerpen, dan karangan-karangan lain yang
pendek-pendek, sesuai dengan kebutuhan majalah-majalah tersebut, maka tak anehlah
kalau para pengarang pun lantas hanya mengarang cerpen, sajak dan karangan-karangan
lain yang pendek-pendek. Keadaan seperti itulah yang menyebabkan lahirnya istilah
sastra majalah. Istilah ini dilansir dan diperkenelkan oleh Nugroho Notosusanto dalam
tulisannya Situasi 1954 yang dimuat di majalah Kompas yang dipimpinnya.
4.4 Periode ‘50 dan Karyanya
1. Ajip Rosidi
Lahir di Jatiwangi, Majalengka, 1938. Sejak berumur 13 tahun sudah menulis di
majalah-majalah sekolah, kemudian di majalah orang dewasa.
Karya-karyanya antara lain:
a. Cari Mauatan (kumpulan sajak, 1956)
b. Ditengah keluarga (1956)
24
c. Pertemuan Kembali (1960)
d. Sebuah Rumah Buat Hari Tua
e. Tahun-Tahun Kematian (1955)
f. Ketemu di Jalan$ (kumpulan sajak bersama Sobrone Aidit dan Adnan, 1956)
g. Perjalanan Pengantin (prosa,1958)
h. Pesta (kumpulan sajak, 1956)
2. Ali Akbar Navis
Lahir di Padang Panjang, 17 November 1924. Sejak tahun 1950 mulai terlibat dalam
kegiatan sastra. Ia keluaran INS Kayu Taman. Karya-karyanya antara lain:
a. Bianglala (kumpulan cerita pendek, 1963)
b. Hujan Panas (kumpulan cerita pendek, 1963)
c. Robohnya Surau Kami (kumpulan cerita pendek, 1950)
d. Kemarau (novel, 1967)
3. Bokor Hutasuhut
Karyanya Datang Malam (1963)
4. Enday Rasyidin
Karyanya Surat Cinta
5. NH. Dini
NH. Dini, nama lengkapnya Nurhayati Suhardini, lahir 29 Pebruari 1936. Setelah
menamatkan SMA 1956, lalu masuk kursus stewardess, kemudian bekerja di GIA Jakarta.
Karya-karyanya banyak mengisahkan kebiasaan barat yang bertentangan dengan timur.
Karya-karyanya antara lain:
a. Dua Dunia (1950)
b. Hati yang Damai (1960)
6. Nugroho Notosusanto
Lahir di Rembang, 15 Juni 1931. Dia bergerak dalam kemasyarakatan dan pernah
menjadi Tentara Pelajar, lulusan Fakultas sastra UI Jakarta. Karya-karyanya antara lain:
a. Hujan Kepagian (kumpulan cerita pendek, 1958)
b. Rasa Sayange (1961)
25
c. Tiga Kota (1959)
d. Hujan Tanahku Hijau Bajuku (kumpulan cerita pendek, 1963)
7. Ramadhan K.H
Lahirkan di Bandung, 16 Maret 1927. Namanya mulai muncul sekitar tahun 1952.
Karyanya berupa sajak, cerita pendek, dan terjemahan-terjemahan karya Lorca, pengarang
Spanyol.
Karya-karyanya antara lain:
a. Api dan Sirangka
b. Priangan si Jelita (kumpulan sajak, 1958, mendapat hadiah BMKM)
c. Yerna (terjemahan dari Lorca, 1959)
8. Sitor Situmorang
Lahir di Tapanuli, 21 Oktober 1924. Dia adalah angkatan ‘45, yang tetap produktif
menghasikan karya di tahun 50-an. Karya-karyanya antara lain:
a. Pertempuran dan Salju di Paris (1956, mendapat hadiah dari BMKM)
b. Jalan Mutiara (kumpulan tiga sandiwara, 1954)
c. Surat Kertas Hijau (kumpulan sajak, 1953)
d. Wajah Tak Bernama (kumpulan sajak, 1955)
e. Jaman Baru (kumpulan sajak)
f. Dalam sajak
9. Subagio Sastrowardojo
Karyanya antara lain:
a. Simphoni (sajak, 1957)
b. Kejantanan di Sumbing (1965)
c. Perawan Tua (cerpen)
d. Daerah perbatasan
e. Salju.
10. Titis Basino
Karyanya antara lain Dia, Hotel, Surat Keputusan (cerpen, 1963)
26
11. Toto Sudarto Bachtiar
Lahir di Palimanan, Cirebon, 12 Oktober 1929. Pendidikannya Cultuur-School di
Tasikmalaya tahun 1946, Mulo Bandung 1948, SMA Bandung 1950, dan Fakultas Hukum
UI.
Karya-karyanya antara lain:
a. Suara (kumpulan sajak, 1950-1955)
b. Elsa (kumpulan sajak, 1958)
12. Trisnojuwono
Lahir di Yoyakarta, 5 Desember 1929. Dia menamatkan SMA tahun 1947. Sejak 1946
masuk Tentara Rajyat Mataram, 1947-1948 anggota Corps Mahasiswa di Magelang dan
Jombang. Tahun 1950 masuk tantara Siliwangi, Combat Intelligence, Kesatuan Komando,
Pasukan Payung AURI sampai dapat Brevet.
Karya-karyanya antara lain:
a. Laki-laki dan Mesiu (kumpulan cerita pendek, 1951/1957)
b. Angin Laut (kumpulan cerita pendek, 1958)
c. Di Medan Perang (1962)
d. Pagar Kawat Berduri.
13. Muhammad Ali
Lahir di Surabaya, 25 April 1927. Pandidikannya HIS dan kursus-kursus bahasa pada
masa Jepang. Dia bekerja di Kotapraja Surabaya, menjadi redaktur Mingguan Pemuda dan
Mingguan Pahlawan (1949-1950). Ia mulai bergerak di bidang Sastra tahun 1942.
Karya-karyanya antara lain:
a. Siksa dan Bayangan (Balai Buku Surabaya, 1955)
b. Persetujuan dengan Iblis
c. Kubur Tak Bertanda (1955)
d. Hitam Atas Putih (1959)
14. Alexander Leo
Lahir di Lahat, 1935. Pendidikannya SMA Malang 1945. Kemudian bekerja di Balai
Pustaka bagian redaksi,
27
Karya-karyanya antara lain:
a. Orang-orang yang Kembali (kumpulan cerita pendek, 1956)
b. Mendung (Novel)
15. Toha Muchtar
Karya-karyanya antara lain:
a. Pulang (novel, 1958)
b. Daerah Tak Bertuan ( 1963)
c. Bukan Karena Kau (1968)
d. Kabut Rendah (1968)
16. Riono Praktikto
Lahir di Semarang, 27 Agustus 1932. Pendidikannya SMP 195, kemudian masuk
Fakultas Pengetahuan Tehnik bagian bangunan umum. Karyanya-karyanya antara lain:
a. Api (kumpulan cerita pendek, 1951)
b. Si Rangka (1958)
17. Kirdjomuljo
Lahir di Yogyakarta, 1930. Sejak tahun 1958 termasuk penyair produktif. Karyanya
antara lain Romance Perjalanan (1955).
18. Montinggo Busje
Karya-karyanya antara lain:
a. Malam Jahanam (drama, mendapat hadiah ke-1 Departemen P &K)
b. Hari Ini Tak Ada Cinta
c. Sejuta Matahari
d. Malam Penganten di Bukit Kera (Novel)
28
19. Misbah Jusa Biran
Karyanya antara lain Bung Besar (drama, mendapat hadiah ke-2).
20. Nasjah Jamin
Karya-karyanya antara lain:
a. Sekelumit Nyanyian Sunda (drama, mendapat hadiah ke-3)
b. Hilanglah Si Anak Hilang (novel, 1936)
c. Di Bawah Kaki Pak Dirman (kumpulan cerita pendek, 1967)
21. N. Susy Aminah Aziz
Lahir di Jakarta, 24 Oktober 1937. Sejak 1957 menulis sajak dan cerita pendek dalam
majalah-majalah di ibu kota. Ia juga deklamator Tunas Mekar RRI Jakarta.
Karya-karyanya antara lain:
a. Seraut Wajahku (kumpulan sajak, 1961)
b. Tetesan Embun (kumpulan sajak, 1961)
c. Mutiaraku Hilang (novel biografi)
22. Titie Said
Lahir di Bojonegoro, 11 Juni 1935. Ia pernah menjadi redaksi majalah wanita.
Karyanya antara lain Perjuanagan dan Hati Perempuan (kumpulan cerita pendek, 1962)
23. W.S. Rendra
Karya-karyanya antara lain:
a. Balada Orang-orang Tercinta (1957)
b. Empat Kumpulan Sajak (1961)
c. Ia Sudah Bertualang dan Cerita-Cerita Pendek Lainya (1963)
24. Iwan Simatupang
Lahir di Sibolga, 18 Januari 1928. Dia merupakan sastrawan modern yang pernah
dimiliki Indonesia. Iwan sangat taat mempraktikan filsafat eksistensialisme dalam karya29
karyanya. Ia juga dikenal sebagai penulis puisi, cerpen, esai, dan drama. Iwan adalah
sastrawan yang mewakili paradigma postmodernisma dan menganut civil society
international. Dalam pandangan Iwan, penyakit kebudayaan seperti etatisme, liberalisme, dan
individualisme dapat diselesaikan atau disembuhkan melalui pertolongan orang luar (di
antaranya satrawan-penulis) secara proposional, sistematis, dan universal. Esainya banyak
menghiasi majalah-majalah kebudayaan seperti Zenith (1951-1954), Kisah (1953-1957),
Mimbar Indonesia, Siasat, dan Sastra (1961-1964).
Karya-karyanya antara lain:
a. Bulan Bujur Sangkar
e. Taman Drama, kemudian dibukukan menjadi Petang di Taman.
f. RT Nol /RW Nol
g. Lebih Hitam dari Hitam (cerpen, 1959)
h. Ziarah, Kering dan Merahnya Merah (1968).
4.5 Fenomena Periode 50-an
Tidak ada keterangan khusus yang mengatakan karya terfenomenal pada Angkatan
‘50, tetapi ada karya-karya yang dihasilkan dan dapat dikatakan bahwa kebisaan menulis
sastra majalah merupakan fenomena dan ciri khas tersendiri untuk karya angkatan 50-an.



http://file.upi.edu/Direktori/C%20-%20FPBS/JUR.%20PEND.%20BAHASA%20DAERAH/AGUS%20SUHERMAN/Handout%20Sastra%20Indonesia.pdf

PERIODE ANGKATAN ’45 (1940-1955)

PERIODE ANGKATAN ’45 (1940-1955)


3.1 Sejarah Lahirnya Angkatan ‘45
Jika diruntut berdasarkan periodesasinya, sastra Indonesia Angkatan ‘45 bisa
dikatakan sebagai angkatan ketiga dalam lingkup sastra baru Indonesia, setelah angkatan
Balai Pustaka dan angkatan Pujangga Baru. Munculnya karya-karya sastra Angkatan ‘45
yang dipelopori oleh Chairil Anwar ini memberi warna baru pada khazanah kesusastraan
Indonesia. Bahkan ada orang yang berpendapat bahwa sastra Indonesia baru lahir dengan
adanya karya-karya Chairil Anwar, sedangkan karya-karya pengarang terdahulu seperti Amir
Hamzah, Sanusi Pane, St.Takdir Alisjahbana, dan lain-lainnya dianggap sebagai karya sastra
Melayu.
Pada mulanya angkatan ini disebut dengan berbagai nama, ada yang menyebut
Angkatan Sesudah Perang, Angkatan Chairil Anwar, Angkatan Kemerdekaan, dan lain-lain.
Baru pada tahun 1948, Rosihan Anwar menyebut angkatan ini dengan nama Angkatan ‘45.
Nama ini segera menjadi populer dan dipergunakan oleh semua pihak sebagai nama resmi.
Meskipun namanya sudah ada, tetapi sendi-sendi dan landasan ideal angkatan ini
belum dirumuskan. Baru pada tahun 1950 “Surat Kepercayaan Gelanggang” dibuat dan
diumumkan. Ketika itu Chairil Anwar sudah meninggal. Surat kepecayaan itu ialah semacam
pernyataan sikap yang menjadi dasar pegangan perkumpulan “Selayang Seniman Merdeka”.
Masa Chairil Anwar masih hidup.
Angkatan ‘45 lebih realistik dibandingkan dengan Angkatan Pujangga Baru yang
romantik idealistik. Semangat patriotik yang ada pada sebagian besar sastrawan Angkatan ‘45
tercermin dari sebagian besar karya-karya yang dihasilkan oleh parasastrawan tersebut.
Beberapa karya Angkatan ‘45 ini mencerminkan perjuangan menuntut kemerdekaan. Banyak
pula di antaranya yang selalu mendapatkan kecaman, di antaranya Pramoedya Ananta Toer.
Pramoedya dengan keprofesionalannya masih eksis menghasilkan karya-karya terutama
mengenai perjuangan mencapai kemerdekaan Indonesia. Bahkan sampai saat ini karya-karya
Pramoedya masih digandrungi khususnya oleh penikmat sastra.
Sebegitu banyak orang yang memproklamasikan kelahiran dan membela hak
hidup Angkatan ‘45, sebanyak itu pulalah yang menentangnya. Armijn Pane berpendapat
bahwa Angkatan ‘45 ini hanyalah lanjutan belaka dari apa yang sudah dirintis oleh angkatan
sebelumnya, yaitu Angkatan Pujangga Baru. Sutan Takdir Alisyahbana pun berpendapat
demikian.
15
3.2 Beberapa Pendapat Tentang Angkatan ‘45
1. Armijn Pane
Pujangga Baru menentang adanya Angkatan ‘45 dan menganggap bahwa tak ada yang
disebut Angkatan ‘45.
2. Sutan Takdir Alisyahbana
Angkatan ‘45 merupakan sambungan dari Pujangga Baru.
3. Teeuw
Memang berbeda Angkatan ‘45 dengan Angkatan Pujangga Baru, tetapi ada garis
penghubung, misalnya Armijn Pane dengan Belenggu-nya. (puncak-puncak kesusastraan
Indonesia).
4. Pendapat Angkatan ‘45
a. Sitor Situmorang
- Pujangga Baru masih terikat oleh zamannya, yaitu zaman penjajahan, sedangkan
Angkatan ‘45 dalam soal kebudayaan tidak membedakan antara Barat dan Timur,
tetapi yang penting hakikat manusia.
- Perjuangan Pujangga Baru baru mencapai kepastian dan ilmu pengetahuan
b. Pramoedya Ananta Toer
- Angkatan Pujangga Baru banyak ilmu pengetahuannya tetapi tidak banyak
mempunyai penghidupan (pengalaman).
- Angkatan ‘45 kurang dalam ilmu pengetahuan (karena perang) tetapi sadar akan
kehidupan.
3.3 Karakteristik Karya Angkatan ‘45
a. Bercorak lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga Baru yang romantikidealistik.
b. Pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya mewarnai karya sastrawan
Angkatan ’45.
c. Bahasanya lugas, hidup dan berjiwa serta bernilai sastra.
d. Sastrawannya lebih berjiwa patriotik.
e. Bergaya ekspresi dan revolusioner (H.B.Yassin).
f. Bertujuan universal nasionalis.
g. Bersifat praktis.
h. Sikap sastrawannya “tidak berteriak tetapi melaksanakan”
16
3.4 Angkatan ‘45 dan Karyanya
1. Chairil Anwar
Chairil Anwar lahir di Medan, 22 Juli 1922. Sekolahnya hanya sampai MULO
(SMP) dan itu pun tidak tamat. Kemudian ia pindah ke Jakarta. Ia merupakan orang yang
banyak membaca dan belajar sendiri, sehingga tulisan-tulisannya matang dan padat berisi.
Chairil Anwar berusaha memperbarui penulisan puisi. Puisi yang diubahnya berbentuk
bebas, sehingga disebut puisi bebas. Ia diakui sebagai pelopor Angkatan ‘45 di bidang
puisi. Hasil karyanya mengutamakan isi, sedangkan bahasa hanya dianggap sebagai alat
untuk mencapai isi.
Chairil Anwar termasuk penyair yang penuh vitalitas (semangat hidup yang
menyala-nyala) dan individualistis (kuat rasa akunya). Puisi gubahannya berirama keras
(bersemangat), tetapi ada juga yang bernafas ketuhanan seperti “Isa” dan “Do’a”.
Karya-karya Chairil Anwar antara lain:
Buah penanya :
a. Deru Campur Debu (kumpulan puisi)
b. Tiga Menguak Takdir (kumpulan puisi karya bersama Rivai Apin dan Asrul Sani)
c. Kerikil Tajam dan Yang Terhempas dan Yang Putus (kumpulan puisi)
d. Pulanglah Dia Si Anak Hilang (terjemahan dari karya Andre Gide)
e. Kena Gempur (terjemahan dari karya Steinbeck)
2. Asrul Sani
Asrul Sani lahir di Rao, Sumatera Barat, 10 Juni 1926. Ia seorang dokter hewan.
Pernah memimpin majalah Gema dan harian Suara Bogor. Tulisannya berpegang pada
moral dan keluhuran jiwa. Asrul Sani adalah seorang sarjana kedokteran hewan, yang
kemudian menjadi direktur Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI) dan menjadi
ketua Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (LESBUMI), juga pernah
duduk sebagai anggota DPRGR/MPRS wakil seniman. Asrul Sani juga dikenal sebagai
penulis skenario film hingga sekarang.
Karya-karya Asrul Sani antara lain:
a. Sahabat Saya Cordiaz (cerpen)
b. Bola Lampu (cerpen)
c. Anak Laut (sajak)
d. On Test (sajak)
e. Surat dari Ibu (sajak)
17
3. Sitor Situmorang
Lahir di Tapanuli Utara, 21 Oktober 1924. Ia cukup lama bermukim di Prancis.
Sitor juga diakui sebagai kritikus sastra Indonesia. Karya-karya Sitor Situmorang antara
lain:
a. Surat Kertas Hijau (1954)
b. Jalan Mutiara (kumpulan drama)
c. Dalam Sajak (1955)
d. Wajah Tak Bernama (1956)
e. Zaman Baru (kumpulan sajak)
f. Pertempuran dan Salju di Paris
g. Peta Pelajaran (1976)
h. Dinding Waktu (1976)
i. Angin Danau (1982)
j. Danau Toba (1982)
4. Idrus
Lahir di Padang, 21 September 1921. Idrus dianggap sebagai salah seorang tokoh
pelopor Angkatan ‘45 di bidang prosa, walaupun ia selalu menolak penamaan itu.
Karyanya bersifat realis-naturalis (berdasarkan kenyataan dalam alam kehidupan) dengan
sindiran tajam. Karya-karyanya antara lain:
a. Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma (novel)
b. A K I (novel)
c. Hikayat Puteri Penelope (novel, terjemahan)
d. Anak Buta (cerpen)
e. Perempuan dan Kebangsaan
f. Jibaku Aceh (drama)
g. Dokter Bisma (drama)
h. Keluarga Surono ( drama )
i. Kereta Api Baja (terjemahan dari karya Vsevold Iyanov, sastrawan Rusia)
5. Hamzah Fansuri
Dalam karya-karyanya tampak pengaruh dari kakaknya, Amir Hamzah dan R.
Tarogo. Karya-karyanya antara lain:
a. Teropong (cerpen)
b. Bingkai Retak (cerpen)
18
c. Sine Nomine (cerpen)
d. Buku dan Penulis (kritik)
e. Laut (sajak)
f. Pancaran Hidup (sajak)
6. Rivai Apin
Penyair yang seangkatan Chairil Anwar, yang bersama-sama mendirikan
“Gelanggang Seniman Merdeka” ialah Asrul Sani dan Rival Apin. Ketiga penyair itu,
Chairil-Asrul-Rivai, dianggap sebagai trio pembaharu puisi Indonesia, pelopor Angkatan
‘45. Ketiga penyair itu menerbitkan kumpulan sajak bersama, Tiga Menguak Takdir.
Rivai Apin menulis tidak selancar Asrul Sani. Selain menulis sajak, ia pun menulis
cerpen, esai, kritik, skenario film, menerjemahkan, dan lain-lain. Tahun 1954 ia sempat
mengejutkan kawan-kawannya, ketika keluar dari redaksi Gelanggang dan beberapa
waktu kemudian ia masuk ke lingkungan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), serta
beberapa waktu sempat memimpin majalah kebudayaan Zaman Baru yang menjadi organ
kebudayaan PKI. Setelah terjadi G 30 S/PKI, Rivai termasuk tokoh Lekra yang karyakaryanya
dilarang.
7. Achdiat Karta Mihardja
Ia menguasai ilmu politik, tasawuf, filsafat, dan kemasyarakatan. Pernah
menjadi staf Kedubes RI di Canberra, Australia. Karya-karyanya antara lain:
a. Atheis (roman)
b. Bentrokan Dalam Asmara (drama).
c. Polemik Kebudayaan (esai)
d. Keretakan dan Ketegangan (kumpulan cerpen)
e. Kesan dan Kenangan (kumpulan cerpen)
8. Pramoedya Ananta Toer
Lahir di Blora, 2 Februari 1925. Meskipun sudah mulai mengarang sejak jaman
Jepang dan pada awal revolusi telah menerbitkan buku Kranji dan Bekasi Jatuh (1947),
namun baru menarik perhatian dunia sastra Indonesia pada tahun 1949, yaitu ketika
cerpennya Blora, yang ditulis dalam penjara diumumkan, serta ketika romannya
Perburuan (1950) mendapat hadiah sayembara mengarang yang diselenggarakan oleh
Balai Pustaka. Karya-karyanya antara lain:
19
a. Bukan Pasar Malam (1951)
b. Di Tepi Kali Bekasi (1951)
c. Gadis Pantai Keluarga Gerilja (1951)
d. Mereka yang Dilumpuhkan (1951)
e. Perburuan (1950)
f. Tjerita dari Blora (1963)
9. Mukhtar Lubis
Lahir di Padang, 7 Maret 1922. Sejak jaman Jepang ia sudah bekerja di bidang
penerangan. Idenya bersifat kritik-demokrasi-konstruktif (membangun). Di bidang
kewartawanan ia pernah mendapat hadiah Ramon Magsay-say dari Filipina. Karyanya
banyak menggambarkan perjuangan pada masa revolusi, terutama aksi polisional
Belanda.
Karya-karyanya antara lain:
a. Tak Ada Esok (roman)
b. Jalan Tak Ada Ujung (roman jiwa)
c. Tanah Gersang (novel)
d. Si Jamal (cerpen)
e. Perempuan (cerpen)
f. Kisah dari Eropah (terjemahan)
g. Manusia Indonesia
h. Maut dan Cinta (novel)
i. Penyamun Dalam Rimba (novel)
10. Utuy Tatang Sontani
Pada saat-saat pertama Jepang menginjakan kaki di bumi Indonesia, pengarang
kelahiran Cianjur tahun 1920 ini, telah mulai menulis beberapa buah buku dalam bahasa
Sunda, di antaranya sebuah roman yang berjudul Tambera (1943). Karya-karyanya antara
lain:
a. Suling (1948)
b. Bunga Rumah Makan (1948)
c. Awal dan Mira (1952)
d. Manusia Iseng
e. Sayang Ada Orang Lain
f. Di Langit Ada Bintang
20
g. Saat yang Genting
h. Selamat Jalan Anak Kufur
11. Usmar Ismail
Selain dikenal sebagai sastrawan, Usmar Ismail juga dikenal sebagai sutradara
film. Tahun 1950 ia mendirikan Perfini. Karyanya bernafas ketuhanan sejalan dengan
pendapatnya bahwa seni harus mengabdi kepada kepentingan nusa, bangsa, dan agama.
Karya-karyanya antara lain:
a. Permintaan Terakhir (cerpen)
b. Asokamala Dewi (cerpen)
c. Puntung Berasap (kumpulan puisi)
d. Sedih dan Gembira (kumpulan drama yang terdiri atas: “Citra”, “Api”, dan “Liburan
Seniman”)
e. Mutiara dari Nusa Laut (drama)
f. Tempat Yang Kosong
g. Mekar Melati
h. Pesanku (sandiwara radio)
i. Ayahku Pulang (saudara dari cerita Jepang)
12. El Hakim
El Hakim merupakan nama samaran dari Dr. Abu Hanifah. Karyanya bernuansa
ketuhanan dan kesusilaan. Di bidang kebudayaan ia berpendapat bahwa Timur yang
idealis harus berkombinasi dengan Barat, tanpa menghilangkan ketimurannya.
Karya-karyanya antara lain:
a. Taufan di Atas Asia (kumpulan)
b. Dokter Rimbu (roman)
c. Kita Berjuang
d. Soal Agama Dalam Negara Modern
13. Maria Amin
Hasil karya pengarang wanita ini bercorak simbolik. Karyany-karyanya antara
lain:
a. Tinjaulah Dunia Sana
b. Penuh Rahasia ( puisi )
c. Kapal Udara ( puisi )
21
14. Rosihan Anwar
Rosihan Anwar dikenal juga sebagai jurnalis (wartawan). Banyak tulisannya
tentang tanggapan sosial, yaitu mengupas masalah yang timbul dalam kehidupan. Ia
pernah memimpin harian Merdeka Asia Raya dan Mingguan Siasat. Karya-karyanya
antara lain:
a. Radio Masyarakat (cerpen)
b. Raja Kecil, Bajak Laut di Selat Malaka (roman)
c. Manusia Baru (sajak)
d. Lukisan (sajak)
e. Seruan Nafas (sajak)
15. Waluyati
Dalam Angkatan ‘45 ada seorang penyair wanita bernama Waluyati yang lahir
di Sukabumi, 1924. Puisi-puisinya dimuat dalam Pujani (1951), Gema tanah Air (H.B.
Jassin, 1975), dan Seserpih Pinang Sepucuk Sirih (Toeti Heraty, 1979). Karya-karyanya
antara lain:
a. Berpisah
b. Siapa?
3.5 Fenomena Karya Angkatan ‘‘45
Dalam menuangkan karyanya, Chairail Anwar menggunakan bahasa Indonesia
yang terbebas dari pola bahasa Melayu. Ia menciptakan bahasa yang lebih demokratis.
Sebagai contoh, ia tidak lagi menyatakan “beta” seperti dalam puisi salah satu penyair
Pujangga Baru, tetapi menyebut dirinya “aku”. Hal ini dapat kita lihat dalam sajak Aku yang
benar-benar bercorak baru. Meski puisinya banyak diilhami puisi asing, namun puisi-puisinya
memiliki gaya khas yang hanya dimiliki oleh Chairil Anwar.



http://file.upi.edu/Direktori/C%20-%20FPBS/JUR.%20PEND.%20BAHASA%20DAERAH/AGUS%20SUHERMAN/Handout%20Sastra%20Indonesia.pdf

PERIODE ANGKATAN PUJANGGA BARU 1930-1945

PERIODE ANGKATAN PUJANGGA BARU 1930-1945



2.1 Latar Belakang
Buku Pujangga Baru, Prosa dan Puisi yang disusun oleh H.B Jasin adalah sebuah
bunga rampai (antologia) dari para pengarang dan penyair yang oleh penyusunnya
digolongkan ke dalam Angkatan Pujangga Baru. Seperti diketahui, oleh para ahli dan para
penyusun buku-buku pelajaran sastra Indonesia, perkembangan sastra Indonesia dibagi-bagi
menjadi angkatan-angkatan. Angkatan Pujangga Baru biasanya ditempatkan sebagai
angkatan kedua, yaitu setelah angkatan Balai Pustaka dan mendahului kelahiran angkatan
‘45. Tetapi kita lihat pembagian sejarah sastra Indonesia dalam angkatan-angkatan ini,
tidaklah disertai dengan alasan-alasan yang bisa kita terima. Tidak sedikit pula para
sastrawan yang menolak atau tidak mau dimasukan dalam sesuatu angkatan, mereka memilih
masuk angkatan yang disukainya. Misalnya Achdiat K. Mihardja pernah menyatakan bahwa
ia lebih suka digolongkan kepada angkatan Pujangga Baru, padahal para ahli telah
menggolongkannya kepada angkatan ‘45.
2.2 Sejarah
Ketika sastra Indonesia dikuasai oleh angkatan Pujangga Baru, masa-masa tersebut
lebih dikenal sebagai Masa Angkatan Pujangga Baru. Masa ini dimulai dengan terbitnya
majalah Pujangga Baru pada Mei 1933. Majalah inilah yang merupakan terompet serta
penyambung lidah para pujangga baru. Penerbitan majalah tersebut dipimpin oleh tiga
serangkai pujangga baru, yaitu Amir Hamzah, Armijn Pane, dan Sutan Takdir Alisjahbana.
Dalam manivestasi pujangga baru dinyatakan bahwa fungsi kesusastraan itu, selain
melukiskan atau menggambarkan tinggi rendahnya suatu bangsa, juga mendorong bangsa
tersebut ke arah kemajuan.
Sebenarnya para pujangga baru serta beberapa orang pujangga Siti Nurbaya sangat
dipengaruhi oleh para pujangga Belanda angkatan 1880 (De Tachtigers).
Hal ini tak mengherankan sebab pada jaman itu banyak para pemuda Indonesia yang
berpendidikan barat, bukan saja mengenal, bahkan mendalami bahasa serta kesusastraan
Belanda. Di antara para pujangga Belanda angkatan 80-an, dapat kita sebut misalnya Willem
Kloos dan Jacques Perk. J.E. Tatengkeng, seorang pujangga baru kelahiran Sangihe yang
beragama Protestan dan merupakan penyair religius sangat dipengaruhi oleh Willem Kloos.
Lain halnya dengan Hamka. Ia pengarang prosa religius yang bernafaskan Islam, lebih
8
dipengaruhi oleh pujangga Mesir yang kenamaan, yaitu Al-Manfaluthi, sedangkan Sanusi
Pane lebih banyak dipengaruhi oleh India daripada oleh Barat, sehingga ia dikenal sebagai
seorang pengarang mistikus ke-Timuran.
Pujangga religius Islam yang terkenal dengan sebutan Raja Penyair Pujangga Baru
adalah Amir Hamzah. Ia sangat dipengaruhi agama Islam serta adat istiadat Melayu. Jiwa
Barat itu rupanya jelas sekali terlihat pada diri Sutan Takdir Alisyahbana. Lebih jelas lagi
tampak pada Armijn Pane, yang boleh kita anggap sebagai perintis kesusastraan modern.
Pada Armijn Pane rupanya pengaruh Barat itu menguasai dirinya secara lahir batin. Masih
banyak lagi para pujangga baru lainnya seperti Rustam Effendi, A.M. Daeng Myala,
Adinegoro, A. Hasjemi, Mozasa, Aoh Kartahadimadja, dan Karim Halim. Mereka datang dari
segala penjuru tanah air dengan segala corak ragam gaya dan bentuk jiwa serta seninya.
Mereka berlomba-lomba, namun tetap satu dalam cita-cita dan semangat mereka, yaitu
semangat membangun kebudayaan Indonesia yang baru dan maju. Itulah sebabnya mereka
dapat bekerjasama, misalnya saja dalam memelihara dan memajukan penerbitan majalah
Pujangga Baru.
2.3 Karakteristik Karya Angkatan Pujangga Baru
1. Dinamis
2. Bercorak romantik/idealistis, masih secorak dengan angkatan sebelumnya, hanya saja
kalau romantik angkatan Siti Nurbaya bersifat fasip, sedangkan angkatan Pujangga
Baru aktif romantik. Hal ini berarti bahwa cita-cita atau ide baru dapat mengalahkan
atau menggantikan apa yang sudah dianggap tidak berlaku lagi.
3. Angkatan Pujangga Baru menggunakan bahasa Melayu modern dan sudah
meninggalkan bahasa klise. Mereka berusaha membuat ungkapan dan gaya bahasa
sendiri. Pilihan kata, Penggabungan ungkapan serta irama sangat dipentingkan oleh
Pujangga Baru sehingga dianggap terlalu dicari-cari
4. Ditilik bentuknya, karya angkatan Pujangga Baru mempunyai ciri-ciri:
a. Bentuk puisi yang memegang peranan penting adalah soneta, disamping itu
ikatan-ikatan lain seperti quatrain dan quint pun banyak dipergunakan. Sajak
jumlah suku kata dan syarat-syarat puisi lainnya sudah tidak mengikat lagi,
kadang-kadang para Pujangga Baru mengubah sajak atau puisi yang pendekpendek,
cukup beberapa bait saja. Sajak-sajak yang agak panjang hanya ada
beberapa buah, misalnya ”Batu Belah” dan ”Hang Tuah” karya Amir Hamjah.
b. Tema dalam karya prosa (roman) bukan lagi pertentangan faham kaum muda
dengan adat lama seperti angkatan Siti Nurbaya, melainkan perjuangan
9
kemerdekaan dan pergerakan kebangsaan, misalnya pada roman Layar
Terkembang karya Sutan Takdir Alisyahbana
c. Bentuk karya drama pun banyak dihasilkan pada masa Pujangga Baru dengan
tema kesadaran nasional. Bahannya ada yang diambil dari sejarah dan ada pula
yang semata-mata pantasi pengarang sendiri yang menggambarkan jiwa dinamis.
2.4 Angkatan Pujangga Baru dan Karyanya
1. Sutan Takdir Alisjahbana
Orang besar ini dilahirkan di Natal (Tapanuli) pada 11-02-1908. Setelah
menamatkan HIS di Bengkulu ia memasuki Kweekschool di Bukitinggi dan kemudian
HKS di Bandung. Setelah itu ia belajar untuk Hoof Dacte di Jakarta dan juga belajar
pada Sekolah Hakim Tinggi. Selain itu belajar pula tentang filsafat dan kebudayaan pada
Fakultas sastra. Pendidikan yang beraneka ragam yang pernah dialaminya serta cita-cita
dan keinginan yang keras itu, menyebabkan keahlian yang bermacam-macam pula pada
dirinya. Karangannya mempunyai bahasa yang sederhana tetapi tepat. Karya-karyanya
antara lain:
a. Tak Putus Dirundung Malang (roman, 1929)
b. Dian Tak Kunjung Padam (roman, 1932)
c. Anak Perawan Disarang Penyamun (roman, 1941)
d. Layar Terkembang (roman tendenz, 1936)
e. Tebaran Mega (kumpulan puisi/prosa lirik, 1936)
f. Melawat Ke Tanah Sriwijaya (kisah, 1931/1952)
g. Puisi Lama (1942)
h. Puisi Baru (1946)
2. Amir Hamzah
Amir Hamzah yang bergelar Pangeran Indera Putra, lahir pada 28-2-1911 di
Tanjungpura (Langkat), dan meninggal pada bulan Maret 1946. Ia keturunan bangsawan,
kemenakan dan menantu Sultan Langkat, serta hidup ditengah-tengah keluarga yang taat
beragama Islam. Ia mengunjungi HIS di Tanjungpura, Mulo di Medan, dan Jakarta AMS,
AI (bagian Sastra Timur) di Solo. Ia menuntut ilmu pada Sekolah Hakim Tinggi sampai
kandidat. Amir Hamzah lebih banyak mengubah puisi sehingga mendapat sebutan “Raja
Penyair” Pujangga Baru. Karya-karyanya antara lain:
a. Nyanyi Sunyi (kumpulan sajak, 1937)
b. Buah Rindu (kumpulan sajak, 1941)
10
c. Setanggi Timur (kumpulan sajak, 1939)
d. Bhagawad Gita (terjemahan salah satu bagian mahabarata)
3. Sanusi Pane
Sanusi Pane lahir di Muara Sipongi, 14-11-1905. Ia mengunjungi SR di Padang
Sidempuan, Sibolga, dan Tanjungbalai, kemudian HIS Adabiyah di Padang, dan
melanjutkan pelajarannya ke Mulo Padang dan Jakarta, serta pendidikannya pada
Kweekschool Gunung Sahari Jakarata pada tahun 1925. Pada tahun 1928, ia pergi ke
India untuk memperdalam pengetahuannya tentang kebudayaan India. Sekembalinya dari
India ia memimpin majalah Timbul. Di samping sebagai guru pada Perguruan Jakarta, ia
menjabat pemimpin surat kabar Kebangunan dan kepala pengarang Balai Pustaka sampai
tahun 1941. Pada jaman pendududkan Jepang menjadi pegawai tinggi Pusat Kebudayaan
Jakarta dan kemudian bekerja pada Jawatan Pendidikan Masyarakat di Jakarta.
Karya-karyanya antara lain:
a. Pancaran Cinta (kumpulan prosa lirik, 1926)
b. Puspa Mega (kumpulan puisi, 1927)
c. Madah Kelana (kumpulan puisi, 1931)
d. Kertajaya (sandiwara, 1932)
e. Sandyakalaning Majapahit (sandiwara, 1933)
f. Manusia Baru (Sandiwara, 1940)
4. Muhamad Yamin, SH.
Prof. Muhammad Yamin, SH. dilahirkan di Sawahlunto, Sumbar, 23 agustus
1905. Setelah menamatkan Volkschool, HIS dan Normaalschool, ia mengunjungi
sekolah-sekolah vak seperti sekolah pertanian dan peternakan di Bogor. Kemudian
menamatkan AMS di Jogyakarta pada tahun 1927. Akhirnya ia memasuki Sekolah Hakim
di Jakarta hingga bergelar pada tahun 1932. Pekerjaan dan keahlian Yamin beraneka
ragam, lebih-lebih setelah Proklamasi Kemerdekaan 19’45, ia memegang jabatan-jabatan
penting dalam kenegaraan hingga akhir hayatnya (26 Oktober 1962). Ia pun tidak pernah
absen dalam revolusi.
Karya-karyanya antara lain:
a. Tanah Air (kumpulan puisi, 1922)
b. Indonesia Tumpah Darahku (kumpulan puisi, 1928)
a. Menanti Surat dari Raja (sandiwara, terjemahan Rabindranath Tagore)
11
d. Di Dalam dan Di Luar Lingkungan Rumah Tangga (Terjemahan dari Rabindranath
Tagore)
e. Ken Arok dan Ken Dedes (sandiwara, 1934)
f. Gajah Mada (roman sejarah, 1934)
a. Dipenogoro (roman sejarah, 1950)
b. Julius Caesar (terjemahan dari karya Shakespeare)
c. 6000 Tahun Sang Merah Putih (1954)
d. Tan Malaka (19’45)
e. Kalau Dewi Tara Sudah Berkata (sandiwara, 1957)
5. J.E. Tatengkeng
Lahir di Kalongan, Sangihe, 19 Oktober 1907. Pendidikannya dimulai dari SD
kemudian pindah ke HIS Tahuna. Kemudian pindah ke Bandung, lalu ke KHS Kristen di
Solo. Ia pernah menjadi kepala NS Tahuna pada tahun 1947. Karya-karyanya bercorak
religius. Dia juga sering melukiskan Tuhan yang bersifat Universal. Karyanya antara lain
Rindu Dendam (kumpulan sajak, 1934).
6. Hamka
Hamka adalah singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Ia lahir di
Maninjau, Sumatera Barat, 16 Februari 1908. Dia putera Dr. H. Abdul Karim Amrullah,
seorang teolog Islam serta pelopor pergerakan berhaluan Islam modern dan tokoh yang
ingin membersihkan agama Islam dari khurafat dan bid’ah. Pendidikan Hamka hanya
sampai kelas dua SD, kemudian mengaji di langgar dan madsrasah. Ia pernah mendapat
didikan dan bimbingan dari H.O.S Tjokroaminoto. Prosa Hamka bernafaskan religius
menurut konsepsi Islam. Ia pujangga Islam yang produktif. Karyanya antara lain:
a. Di Bawah Lindungan Ka’bah (1938)
b. Di Dalam Lembah kehidupan (kumpulan cerpen, 1941)
c. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk (roman, 1939)
d. Kenang-Kenangan Hidup (autobiografi, 1951)
e. Ayahku (biografi)
f. Karena Fitnah (roman, 1938)
g. Merantau ke Deli (kisah;1939)
h. Tuan Direktur (1939)
i. Menunggu Beduk Berbunyi (roman, 1950)
j. Keadilan Illhi
12
k. Lembaga Budi
l. Lembaga Hidup
m. Revolusi Agama
7. M.R. Dajoh
Marius Ramis Dajoh lahir di Airmadidi, Minahasa, 2 November 1909. Ia
berpendidikan SR, HIS Sirmadidi, HKS Bandung, dan Normaalcursus di Malang. Pada
masa Jepang menjabatat kepala bagian sandiwara di kantor Pusat Kebudayaan. Kemudian
pindah ke Radio Makasar. Dalam karya Prosanya sering menggambarkan pahlawanpahlawan
yang berani, sedang dalam puisinya sering meratapi kesengsaraan masyarakat.
Karyanya antara lain:
a. Pahlawan Minahasa (roman; 1935)
b. Peperangan Orang Minahasa dengan Orang Spanyol (roman, 1931)
c. Syair Untuk Aih (sajaka, 1935)
8. Ipih
Ipih atau H.R. adalah nama samaran dari Asmara Hadi. Dia lahir di Talo,
Bengkulu, tanggal 5 September 1914. Pendidikannya di HIS Bengkulu, Mulo Jakarta,
Bandung, serta Mulo Taman Siswa Bandung. Lebih dari setahun ia ikut dengan Ir.
Soekarno di Endeh. Setelah menjadi guru, ia menjadi wartawan dan pernah memimpin
harian Pikiran Rakyat di Bandung. Dalam karyanya terbayang semangat gembira dengan
napas kebangsaan dan perjuangan. Karya-karyanya antara lain:
a. Di Dalam Lingkungan Kawat Berduri (catatan, 1941)
b. Sajak-sajak dalam majalah
9. Armijn Pane
Armijn Pane adalah adik dari Sanusi Pane. Lahir di Muarasipongi, Tapanuli
Selatan, 18 Agustus 1908. Ia berpendidikan HIS, ELS, Stofia Jakarta pada tahun 1923,
dan pindah ke Nias, Surabaya, dan menamatkan di Solo. Kemudian menjadi guru bahasa
dan sejarah di Kediri dan Jakarta serta pada tahun 1936 bekerja di Balai Pustaka. Pada
masa pendudukan Jepang menjadi Kepala Bagian Kesusastraan di Kantor Pusat
Kebudayaan Jakarta, serta memimpin majalah Kebudayaan Timur.
Karyanya antara lain:
a. Belenggu (roman jiwa, 1940)
b. Kisah Antara Manusia (kumpulan cerita pendek, 1953)
c. Nyai Lenggang Kencana (sandiwara, 1937)
13
d. Jiwa Berjiwa (kumpulan sajak, 1939)
e. Ratna (sandiwara, 1943)
f. Lukisan Masa (sandiwara, 1957)
g. Habis Gelap Terbitlah Terang (uraian dan terjemahan surat-surat R.A Kartini, 1938)
10. Rustam Effendi
Lahir di Padang, 18 Mei 1905. Dia aktif dalam bidang politik serta pernah
menjadi anggota Majelis Perwakilan Belanda sebagai utusan Partai Komunis. Dalam
karyanya banyak dipengaruhi oleh bahasa daerahnya, juga sering mencari istilah-istilah
dari Bahasa Arab dan Sansakerta. Karyanya antara lain:
a. Percikan Permenungan (kumpulan sajak, 1922)
b. Bebasari (sandiwara bersajak, 1922)
11. A. Hasjmy
A. Hasjmy nama sebenarnya adalah Muhammad Ali Hasjmy. Lahir di Seulimeun,
Aceh, 28 Maret 1912. Ia berpendidikan SR dan Madrasah Pendidkan Islam. Pada tahun
1936 menjadi guru di Perguruan Islam Seulimeun.
Karya-karyanya antara lain:
a. Kisah Seorang Pengembara (kumpulan sajak, 1936)
b. Dewan Sajak (kumpulan sajak, 1940)
12. Imam Supardi
Karya-karyanya antara lain:
a. Kintamani (roman)
b. Wishnu Wardhana (drama, 1937)
Sastrawan dan penyair lainnya dari angkatan Pujangga Baru:
13. Mozasa, singkatan dari Mohamad Zain Saidi
14. Yogi, nama samaran A. Rivai, kumpulan sajaknya Puspa Aneka
15. A.M. DG. Myala, nama sebenarnya A.M Tahir
16. Intojo alias Rhamedin Or Mandank



http://file.upi.edu/Direktori/C%20-%20FPBS/JUR.%20PEND.%20BAHASA%20DAERAH/AGUS%20SUHERMAN/Handout%20Sastra%20Indonesia.pdf

PERIODE ANGKATAN BALAI PUSTAKA 1920-1940

PERIODE ANGKATAN BALAI PUSTAKA 1920-1940


1.1 Sejarah Berdirinya Balai Pustaka
Pada tahun 1908 pemerintah Belanda mendirikan lembaga bacaan rakyat yang
bernama Volkslectur dengan Dr. G.A.J Hazeu sebagai ketuanya di Jakarta. Lembaga ini
bertugas memilih karangan-karangan dan kemudian menerbitkannya sebagai bacaan umum
(rakyat), untuk anak-anak dan orang dewasa, guna mengisi waktu senggang dan menambah
pengetahuan.
Pada tahun 1917 Volkslektur itu diubah namanya menjadi Balai Pustaka serta para
redakturnya terdiri atas para penulis dan ahli bahasa melayu.
Tugas Balai Pustaka adalah:
Mula-mula hanya menerbitkan naskah-naskah lama yang bila perlu dapat diubah dan
disempurnakan.
Menerbitkan saduran dan terjemahan hasil karya pujangga-pujangga asing kenamaan,
seperti Shakespeare, Cervantes, Alexander Damas, Jules Verne, Tolstoi, Rudyat Klipling,
Rabindranath Tagore.
Fase terakhir barulah menerbitkan naskah-naskah pengarang muda bangsa Indonesia, baik
berupa puisi maupun prosa.
Balai Pustaka juga menerbitkan majalah-majalah: Panji Pustaka dan Sari Pustaka dalam
bahasa Melayu, Kejawen dalam bahasa Jawa, dan Parahiangan dalam bahasa Sunda.
Selain itu, Balai Pustaka juga memberikan kekangan terhadap naskah-naskah
karangan dengan syarat-syarat sebagai berikut :
Karangan-karangan jangan mengandung unsur yang menentang pemerintahan.
Karangan-karangan tidak boleh menyinggung perasaan-perasaan golongan tertentu dalam
masyarakat.
Karangan-karangan hendaknya bebas dalam agama, yakni jangan menyinggung
penganutnya serta hendaknya mengandung tuntutan perangai.
Walaupun Balai Pustaka sering menahan atau mengubah naskah-naskah, namun
manfaatnya besar sekali, yaitu:
Memberi kesempatan kepada para pengarang untuk mengembangkan bakatnya.
Memberi kesempatan kepada masyarakat untuk dapat menikmati buku-buk bacaan,
sehingga bertambah pengetahuannya serta dapat mengisi waktu senggang.
4
Balai Pustaka hidup terus dan perannya semakin besar, lebih-lebih pada masa
sekarang. Nama-nama Dr. D. A. Rinkes, Dr. G.A.J. Drewes dan K.A. Hidding pernah
menjadi pemimpin Balai Pustaka.
1.2 Konsep Pemikiran dan Ciri-ciri Periode Balai Pustaka
Adapun konsep pemikiran dan ciri-ciri angkatan Balai Pustaka, adalah sebagai
berikut:
1. Agak dinamis.
2. Bercorak pasif-romantik. Ini berarti bahwa cita-cita baru senantiasa terkalahkan oleh adat
lama yang membeku, sehingga merupakan angan-angan belaka. Itulah sebabnya dalam
mencapai cita-citanya, pelaku utama senantiasa kandas, misalnya dimatikan oleh
pengarangnya.
3. Mempergunakan bahasa Melayu baru, yang tetap dihiasi ungkapan-unngkapan klise serta
uraian-uraian panjang.
Menilik bentuknya, kesusastraan angkatan Balai Pustaka ini mempunyai ciri-ciri:
a. Para penyairnya masih banyak yang mempergunakan bentuk-bentuk puisi lama, pantun
dan syair, seperti terlihat pada karya Tulis Sutan Ati, Abas, Sutan Pamunjtak.
b. Bentuk puisi barat yang tidak terlalu terikat oleh syarat-syarat, seperti puisi lama, mulai
dipergunakan oleh para penyair muda. Para penyair baru ini dipelopori oleh Moh. Yamin,
yang mempergunakan bentuk sonata dalam kesusastraan Indonesia.
c. Bentuk prosa yang memegang peranan pada masa kesusastraan angkatan Balai Pustaka
adalah Roman. Roman angkatan ini bertema perjuangan atau perlawanan terhadap adat
istiadat lama, misalnya kawin paksa.
1.3 Angkatan Balai Pustaka dan Karyanya
1. Marah Rusli
Lahir di Sumatera Barat, 1898. Namanya terkenal berkat beberapa karyanya, di
antaranya: Siti Nurbaya, Anak dan Kemenakan, Memang Jodoh (autobiografi).
2. Merari Siregar
Karyanya antara lain: Azab dan Sengsara, Si Jamin dan Si Johan.
3. Nur Sutan Iskandar
Lahir di Sumatera Barat, 1893. Dia pengarang yang paling produktif sehingga ada
yang memberi julukan “Raja Pengarang” Angkatan Balai Pustaka. Beberapa karyanya
5
antara lain: Salah Pilih, Karena Mertua, Neraka Dunia, Hulubalang Raja, Katak Hendak
Menjadi Lembu, dan Cinta Tanah Air.
4. Aman Datuk Modjomdo
Lahir di Suprayang Solok Sumatera Barat, 1895. Dia bekerja di Balai Pustaka,
kemudian diangkat menjadi pembantu ahli bahasa pada Balai Pustaka. Perhatiannya lebih
tertuju pada cerita anak-anak. Karyanya antara lain: Rusmala Dewi, Hang Tuah, Si Cebol
Rindukan Bulan, Si Dul Anak Betawi, Anak Nelayan, Menebus Dosa, dan Cita-Cita
Mustafa.
4. Sunan Hasibuan
Lahir di Bengkalis, 1904. Dia terkenal sebagai pengarang roman detektif.
Karyanya antara lain: Kawan Bergelut (kumpulan cerpen), Mencari Pencuri Anak
Perawan, Kasih Tak Terlerai, Percobaaan Setia, Tebusan Darah, dan Kasih Tersesat.
5. I. Gusti Nyoman Pandji Tisna
Putra Raja Buleleng yang dilahirkan pada 8 Februari 1908, di Singaraja. Bahasa
dalam karangannya berlainan dengan pengarang-pengarang yang berasal dari
Minangkabau. Karyanya antara lain: Ni Rawit, Ceti Penjual Orang, Sukreni Gadis Bali,
dan Dewi Karuna.
6. Sariamin
Sariamin, bernama samaran Selasih atau Selagari. Lahir di Talu Lubuksikaping,
1909. Karyanya antara lain: Kalau Tak Untung,dan Pengaruh Keadaan.
7. Hamidah
Hamidah adalah nama samaran dari Fatimah Hasan Delais, (1914-1953). Seorang
wanita yang terkenal dengan karyanya Kehilanagn Mustika.
8. Abdoel Moeis
Lahir tahun 1886. Karyanya antara lain: Salah Asuhan, Penemuan Jodoh,dan
Robert Anak Surapati.
9. Sutomo Djauhar Arifin
Karyanya antara lain Andang Taruna.
6
10. Adinegoro
Merupakan seorang sastrawan dan wartawan. Karyanya antara lain: Melawat ke
Barat (kisah), Darah Muda (roman), dan Asmara Jaya (roman).
11. Haji Said Daeng Muntu
Karyanya: Pembalasan,dan Karena Kerendahan Budi.
12. Ajirabas
Ajirabas adalah nama samaran dari Welfridus Joseph Sabarija Purwadarmita.
Karyanya antara lain: Pacoban (roman dalam bahasa Jawa), Mardi Kawi (buku pelajaran
bahasa Kawi), dan Punca Bahasa Nippon (pelajaran bahasa Jepang).
13. Tulis Sutan Nan Sati
Karangan-karangannya penuh dengan bahasa dan lagam Minangkabau. Karyanya
antara lain: Memutuskan Pertalian, Sengsara Membawa Nikmat, dan Siti Marhumah
Yang Saleh (syair).
14. Muhammad Kasim
Banyak menghasilkan karangan yang bernada humor. Karyanya antara lain:
Teman Duduk (kumpulan cerpen), Muda Teruna, dan Pemandangan Dalam Dunia
Kanak-kanak.
15. Abas Sutan Pamuntjak
Karyanya di antaranya Pertemuan.
16. Rustam Sutan Felindih
Karyanya antara lain: Mekar Bunga Majapahit (sandiwara), Lutung Kasarung
(terjemahan dari bahasa Sunda).
1.4 Fenomena pada Periode Balai Pustaka
Tahun 1922 memberi suasana baru terhadap gelanggang sastra Indonesia, yaitu
dengan terbitnya dua buah buku satra yang telah meninggalkan tradisi lama, yaitu:
1. Tanah Air, kumpulan puisi baru karya Moh. Yamin SH.
2. Siti Nurbaya, roman karya Marah Rusli yang sangat mengagumkan dan menggemparkan
pada waktu itu, sehingga angkatan Balai Pustaka ini dijuluki sebagai Angkatan Siti
Nurbaya. Jadi, dapat dikatakan bahwa kesusastraan Indonesia, baik puisi maupun prosa
sejak tahun 1922 mengalami perubahan.



http://file.upi.edu/Direktori/C%20-%20FPBS/JUR.%20PEND.%20BAHASA%20DAERAH/AGUS%20SUHERMAN/Handout%20Sastra%20Indonesia.pdf